Biaya Pernikahan Adat Bugis – Bugis merupakan etnis masuk ke dalam suku Deutero Melayu. Berdasarkan sejarahnya, suku ini masuk ke Nusantara melalui gelombang migrasi pertama Asia yaitu Yunan. Namun, penamaan “Bugis” sendiri merujuk pada raja pertama dari Kerajaan Cina di Pammana. Tak heran, suku ini memiliki kebudayaan unik, termasuk budaya pernikahannya. Lalu, berapakah biaya pernikahan adat Bugis?
Jika merujuk pada suku-suku lain di Indonesia, biaya pernikahan adat dari suku Bugis ini berada di peringkat tiga besar sebagai pernikahan adat termahal di Indonesia. Hal ini bukan hanya dari kemewahan dan kemeriahannya saja, namun juga dari tradisi membutuhkan banyak biaya. Ingin tahu selengkapnya? Yuk cek rinciannya berikut!
Sejarah Pernikahan Adat Bugis
Bagi masyarakat setempat, pernikahan adat Bugis sering disebut sebagai “Siala”. Artinya sendiri yakni “mengambil satu sama lain”. Jadi, orang Bugis menganggap bahwa perkawinan merupakan cara terbaik dilakukan untuk membuat orang lain menjadi bukan orang lain atau istilahnya yakni “Mitra”.
Suku Bugis memang mengenal sistem status sosial. Namun, bukan mengarah ke Kasta seperti pada agama Hindu, namun lebih mengarah ke “Sistem kekerabatan” berupa sistem parental. Yakni hubungan didasarkan pada garis keturunan orang tua.
Dalam pernikahan adat Bugis, garis keturunan tersebut tidak dipedulikan. Hal ini karena orang Bugis memiliki prinsip bahwa siapa pun yang telah menikah, maka kedua orang tersebut akan menjadi mitra akan menyatukan dua keluarga menjadi satu persekutuan.
Sebelum proses pernikahan, biasanya pihak keluarga perempuan akan meminta “Uang panaik” atau “Uang panai”. Pengertian dari uang panai sendiri merupakan lambang penghormatan pihak laki-laki kepada perempuan (calon istri) dari Suku Bugis.
Walau demikian, seringkali meminta uang panai adalah keluarga calon istrinya, bukan calonnya itu sendiri. Karena itulah jumlah yang diminta sangat besar sehingga menghantu para kaum pria.
Uang panai berbeda dengan mahar. Karena uang panai akan digunakan untuk membiayai kebutuhan pernikahan pihak perempuan. Sementara mahar merupakan mas kawin menjadi salah satu syarat pernikahan yang sepenuhnya dimiliki istri.
Apalagi, uang panai dibayarkan berdasarkan status sosial calon istri. Semakin tinggi stratanya, maka semakin tinggi pula jumlahnya. Saat ini, uang panaik di bawah 20 juta bahkan sudah dianggap untuk strata terendah. Rata-ratanya yakni mulai dari Rp50 jutaan, bahkan saat ini untuk kalangan menengah saja sudah mencapai 100 juta ke atas.
Alasan kenapa uang panai mahal yakni sebagai bentuk pengujian dari orang tua dari calon istri kepada pria ingin melamar anaknya. Semakin mahal, maka semakin besar pula upaya diperlukan untuk menikahinya sehingga bisa dikatakan lebih layak.
Pernikahan Adat Bugis Apakah Mahal?
Jika diurutkan berdasarkan jumlah total keseluruhan uang yang digunakan untuk biaya pernikahan (termasuk mas kawin/mahar, dekorasi, resepsi, dan ritual/tradisi), maka biaya pernikahan adat Bugis menduduki peringkat ketiga setelah pernikahan adat Minang dan adat Mandaling.
Proses pernikahan dari kelompok suku terbesar di Sulawesi Selatan ini pun sangat panjang. Selain itu, juga penuh akan ritual sehingga menelan biaya yang sangat besar bila dihitung mulai dari awal hingga akhir.
Selain itu, seperti kami sebutkan di atas, bahwa pernikahan masyarakat Bugis membutuhkan “Uang Panai” nominalnya fantastis. Jumlahnya sendiri bergantung pada strata sosial yang meliputi pendidikan, kecantikan, pekerjaan, garis keturunan, telah berhaji, dan faktor-faktor lainnya.
Uang panai pun dianggap sebagai “Prestise” atau penghormatan. Jadi, semakin tinggi uang panai yang diberikan maka tandanya calon mempelai laki-laki tersebut memberikan kehormatan tinggi bagi sang calon mempelai perempuan.
Umumnya, uang panai diberikan dalam bentuk uang tunai. Namun, dalam tradisinya tidak hanya memberikan uang tunai saja, melainkan juga set perhiasan emas dan berlian, puluhan karung emas, hingga kerbau atau sapi.
Tak heran, rata-rata uang panai saat ini sudah berada di atas angka Rp 50 juta. Bahkan, untuk kelas menengah saja sudah ada berkisar antara Rp 150 – 200 jutaan. Jika status sosialnya tinggi, tentu saja mencapai miliaran rupiah.
Mahar Pernikahan Adat Bugis
Dalam bahasa Bugis, mahar atau mas kawin di sebut sebagai “Sompa” berarti persembahan. Jadi, agak sedikit berbeda dengan mahar yang merupakan salah satu pemberian hak istri yang tercantum dalam syariat Islam.
Mahar atau Sompa ini disimbolkan dengan uang rella’ atau real berasal dari kata “Rial”, yakni mata uang Portugis berlaku di Malaka atau sekitarnya dahulu.
Sama seperti uang panai, penetapan mahar juga ditetapkan berdasarkan status perempuan tersebut. Semakin tinggi statusnya, maka semakin tinggi pula total mahar harus diberikan pihak laki-laki.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pemberian mahar didasarkan pada tingkat sosial dari pihak perempuan. Nah, Suku Bugis sendiri membagi strata sosialnya menjadi 8 kategori yakni:
- Sompa bocco
- Sompa ana’ bocco
- Sompa kati
- Sompa ana’mattola
- Sompa ana rajeng
- Sompa cera’sawi
- Sompa tau deceng
- Sompa tau sama’
Lalu, penting manakah antara Sompa dan Uang Panai?
Tentu saja lebih penting Sompa karena merupakan uang mahar wajib diberikan pada sang calon istri. Sementara uang panai dapat didiskusikan lebih lanjut sesuai kesepakatan masing-masing keluarga.
Apalagi, bagi masyarakat Bugis mahar menjadi “Nilai dari gadis yang akan dinikahi”. Jadi, semakin besar maharnya, maka itu menunjukkan semakin tinggi nilai gadis tersebut.
Contohnya, jika kita melihat di Kota Wajo. Masyarakat setempat biasanya membagi mahar berdasarkan strata sosial dengan biaya:
Strata Sosial | Biaya Mahar (Sompa) |
Sompa Boccoe (Sompa Puncak) | 14 kati doi lama |
Sompa Ana’ Boccoe | 7 kati doi lama |
Sompa Kati | 88 real + 8 orang + 8 doi lama |
Sompa Ana’ Rajeng | 2 kati doi lama |
Sompa Cera’ Sawi | 1 kati doi lama |
Sompa Tau Deceng | ½ doi lama |
Sompa Tau Sama’ | ¼ doi lama |
Nilai dari masing-masing nominal tersebut dapat kalian lihat pada perhitungan berikut yang disesuaikan pada era akhir abad ke-19:
- 1 kati = 88 real + 8 orang + 8 orang lama
- 1 kati = 1 orang budak senilai 40 real + 1 kerbau senilai 24 real
Karena terlalu banyak strata sosial, dulunya masyarakat Bugis hanya membagi ke dalam 3 kategori Sompa yakni kalangan bangsawan tinggi sebanyak 88 real, bangsawan menengah sebanyak 44 real, dan masyarakat biasa 28 real.
Susunan Acara Pernikahan Adat Bugis
Ritual atau tradisi nikah adat Bugis sangatlah kompleks. Setiap prosesnya memiliki arti bermakna bagi kehidupan calon pasangan kelak. Nah, berikut ini rangkaian urutan nikah adat Bugis yang terdiri atas 12 tahapan:
1. Mammanu’manu’
Dalam bahasa Bugis, Mammanu’manu’ artinya yakni terbangnya seekor burung. Maksudnya ialah bahwa pada fase ini calon mempelai pria dan keluarganya sedang terbang ke sana kemari mencari jodoh yang cocok untuknya.
Setelah menemukannya, maka ia akan mengenal lebih lanjut sembari menyelidiki latar belakangnya secara lebih mendalam. Jika cocok, maka nantinya akan dilanjutkan ke proses selanjutnya dan jika tidak maka akan pisah.
2. Mapese-pese
Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, Mapese-pese hampir serupa maknanya dengan PDKT atau pendekatan. Jadi, pihak calon mempelai pria akan melakukan langkah-langkah pendekatan terhadap si wanita. Termasuk mengenalkan dengan pihak keluarganya masing-masing, saudara, hingga kerabat dekatnya.
Pihak mempelai pria pun akan datang ke kediaman si wanita yang akan menjadi calon istrinya tersebut. Jika keluarganya merestui hubungan antara keduanya, maka akan melangkah ke jenjang lebih serius yakni lamaran.
3. Massuro
Massuro disebut juga sebagai “Madduta” berarti lamaran. Proses ini sama dengan lamaran dari daerah lain. Yakni pihak laki-laki akan melamar sang kekasihnya untuk menjadi istrinya dalam pernikahan yang sah.
Biasanya, pihak laki-laki akan mengutus “Mabaja Laleng” yakni juru bicara punya skill negosiasi bagus. Hal ini karena dalam proses lamaran juga akan membicarakan tentang uang panai, mahar atau sompa, tanggal pernikahan, lokasi pernikahan, proses jalannya resepsi, dan sebagainya.
4. Mappettu Ada
Umumnya, bagian satu ini banyak dilewati karena sudah dibahas langsung di prosesi Massuro. Fungsi dari Mappettu Ada adalah untuk menentukan doi menre (uang belanja), tanra esso (tanggal akad), dan sompa (mahar).
Sama seperti Massuro, Mappettu Ada juga dilakukan dengan pertemuan dua keluarga dengan membawa hantaran bagi pihak laki-laki ke kediaman calon mempelainya. Untuk menghemat biaya, seringkali tahapan pernikahan satu ini seringkali diadakan di waktu sama dengan Massuro.
5. Mappasau Botting
Tradisi ini mirip dengan pernikahan adat dari daerah lainnya seperti Jawa maupun Betawi. Yakni berupa ritual perawatan jasmani dapat dilakukan oleh calon mempelai wanita selama tiga hari sebelum pernikahan. Hal-hal bisa dilakukan meliputi pembersihan kuku, pemotongan rambut, pencukuran rambut halus, dan pemberian pacar (kutek) pada kuku.
Selain itu, calon pengantin wanita pun melakukan “pembersihan” menggunakan uap panas yang diberi ramuan daun pandan dan aneka jenis bunga-bungaan. Fungsinya yaitu untuk mengeluarkan seluruh keringat tidak baik serta untuk mengharumkan tubuh. Bahkan, ini juga menjadi simbol keharuman rumah tangga kelak.
6. Mappanre Temme
Mappanre berasal dari bahasa Bugis artinya “Memberi makan” dan Temme berarti “Tamat”. Jadi, ini merupakan tradisi untuk memberi makan bagi anak-anak yang taman mengkhatamkan Al-Quran. Bisa dikatakan, ini adalah tradisi mengapresiasi anak khatam Quran dengan cara memberi makan.
Umumnya, Mappanre Temme dilakukan sore hari (sehabis Ashar) sehari sebelum pernikahan. Sebelum acara makan-makan, juga digelar pembacaan ayat Al-Quran secara bersamaan dari calon pengantin serta anak-anak khataman.
7. Mappacci
Selanjutnya ada Mappacci merupakan proses penyucian jiwa dan raga yang dilakukan sebelum ritual siraman. Dinamakan Mappacci yakni karena prosesnya berupa mengusapkan “Pacci”. Perlengkapan dibutuhkan pun sangat banyak mulai dari daun nangka, daun pisang, daun pacci, sepiring padi, bekkeng, bantal, sarung, dan banyak lagi.
Tujuan ritual Mappaci adalah untuk menyucikan jasmani dan rohani agar bersih dari kotoran serta bersih dari segala keburukan serta karma buruk. Prosesnya di awali dengan menjemput kedua mempelai, lalu para tamu akan mengusapkan pacci ke telapak tangan keduanya. Tamu hadir umumnya berasal dari keluarga maupun tetangganya.
8. Mappasili
Bila tradisi siraman daerah lain dilakukan terpisah antara mempelai pria dan wanita, namun Mappasili di Bugis dilakukan secara bersaman. Tradisi siraman ini dilakukan menggunakan air diambil dari 7 sumber mata air dan diberi 7 macam bunga. Tak jarang, airnya diberi koin uang.
Mappasili berguna untuk membersihkan diri serta menjauhkan dari mara bahaya dan petaka yang terjadi ke depannya. Setelah proses siraman selesai, biasanya para tamu undangan akan berebut koin yang terdapat di dalam air tersebut. Masyarakat setempat percaya jika mendapatkan koin tersebut, maka jalan mendapat jodoh akan semakin dimudahkan.
9. Mappenre & Madduppa Boting
Di daerah lain, tradisi Mappenre Boting sering disebut sebagai iring-iringan. Jadi, pihak pria akan datang ke rumah mempelai wanita dengan iring-iringan bersama rombongan. Biasanya, proses iring-iringan tidak dilakukan bersama dengan kehadiran orang tua.
Kemudian, pihak mempelai wanita akan melakukan tradisi penyambutan dinamakan sebagai Madduppa Boting. Proses penyambutan dilakukan oleh dua orang remaja perempuan dan laki-laki, penebar wenno, serta wali mempelai perempuan atau mewakilinya.
10. Akad Nikah
Setelah sampai di rumah mempelai wanita, maka proses ijab qobul atau akad nikah akan diberlangsungkan. Tentunya, proses akad nikah harus menunggu pihak penghulu kantor KUA datang.
Proses akad nikahnya sendiri tidak jauh berbeda dengan daerah lainnya. Hanya saja, penyebutan maharnya unik karena menggunakan rellai’ atau istilah mata uang real seperti yang telah kami bahas di atas.
11. Mappasikarawa
Bila akad nikah dan sesi foto-foto serta makan bersama telah selesai, maka selanjutnya sang mempelai pria akan dituntun untuk menuju kamar pribadi si wanita secara resmi telah menjadi istrinya.
Prosesnya dimulai mengetuk pintu, melakukan sentuhan lembut, lalu diberi sarung yang telah dijahit secara khusus. Tujuannya yaitu untuk membuat hubungan mereka selalu melekat erat. Setelah itu, baru dilakukan dengan prosesi sungkem kepada orang tua.
12. Mapparola & Massita Beseng
Terakhir, yaitu Mapparola berupa kunjungan mempelai wanita ke pihak mempelai laki-laki dengan membawa sarung tenun dan berbagai barang iring-iringan lainnya yang termasuk aneka jenis makanan.
Setelah itu, akan ditutup dengan Massita Beseng, yakni proses pertemuan dua keluarga inti dari masing-masing pengantin. Biasanya dilakukan satu minggu setelah proses akad nikah selesai. Tujuannya yakni untuk sillaturahmi dan mempererat tali kekeluargaan.
Biaya Pernikahan Adat Bugis Terbaru
Sebagai salah satu pernikahan adat termahal di Indonesia tetap saja harus membayar biaya nikah di KUA. Namun, jika ingin melakukan pernikahan adat, biasanya mereka hanya memilih tradisi intinya saja.
Ada 6 tradisi inti harus dilakukan dalam pernikahan adat Bugis. Di antaranya yaitu Massuro, Mappasau Boting, Mappaci, Mappasili, Mappenre, Mapparola. Selain itu, ada pula biaya lain tak kalah penting seperti uang panai, mahar, dan biaya lainnya. Berikut rincian biaya pernikahan adat Bugis selengkapnya:
Jenis | Biaya |
Massuro / Madduta | Rp 20.000.000 |
Mappasau Boting | Rp 15.000.000 |
Mappacci | Rp 10.000.000 |
Mappasili | Rp 10.000.000 |
Mappenre | Rp 15.000.000 |
Mapparola | Rp 10.000.000 |
Mahar | Rp 50.000.000 |
Uang Panai | Rp 100.000.000 |
Biaya Lainnya | Rp 30.000.000 |
Kesimpulan
Nah, itu dia rincian informasi seputar biaya pernikahan adat Bugis yang dapat biayanikah.com berikan. Buat kalian berencana menikah, kami selalu berharap untuk diberi kelancaran dan juga diberi kebahagiaan.